White Spot Syndrome Virus (WSSV) adalah salah satu ancaman paling merusak bagi budidaya udang global, termasuk udang vaname (Litopenaeus vannamei). Petani sering mengandalkan tanda-tanda visual untuk deteksi dini, tetapi beberapa gejala bisa menyesatkan karena mirip akibat stres lingkungan atau infeksi lain. Artikel ini menjelaskan ciri ciri udang vaname terserang WSSV secara rinci — gejala fisik, perilaku, seberapa cepat kematian dapat terjadi, penyebab penularan, serta langkah diagnosis dan tindakan darurat yang practical untuk petani. Semua pernyataan penting disertai sumber terpercaya agar Anda bisa bertindak cepat dan tepat.
Baca juga : Ini Jadwal Pemberian Pakan Udang Vaname yang Terbukti Tingkatkan Panen hingga 30%
Apa itu WSSV?
WSSV (White Spot Syndrome Virus) adalah virus yang menyerang crustacea, terutama udang penaeid termasuk vaname. Virus ini bersifat sangat virulen dan dapat menyebabkan kerugian besar pada budidaya: kematian masal dapat terjadi dalam hitungan hari dan produksi global pernah turun signifikan akibat wabah WSSV. Studi dan laporan industri menunjukkan bahwa wabah-wabah besar diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi yang mencapai ratusan juta hingga milyar USD dalam skala global/region tertentu — efeknya terasa pada produktivitas dan pemasukan petani.
Pentingnya mengenali ciri awal adalah karena progres penyakit sangat cepat; dalam percobaan terkontrol, perkembangan penyakit dan pelepasan DNA virus dapat terlihat dalam beberapa jam sampai hari setelah terpapar, dan kematian massal dapat selesai dalam 3–10 hari pada populasi rentan. Oleh karena itu, deteksi klinis awal (meskipun tak selalu 100% akurat) ditambah verifikasi laboratorium adalah kombinasi terbaik untuk mengurangi dampak.
Gejala Fisik
Ciri paling “ikonik” WSSV adalah munculnya bintik putih (white spots) pada karapas dan bagian eksoskeleton lain. Bintik ini biasanya berukuran sekitar 0,5–3,0 mm dan terlihat sebagai deposit putih/kalsifikasi di bawah kutikula; sering mulai di bagian cephalothorax (segmen kepala-dada) lalu menyebar. Namun penting diingat: bintik putih tidak selalu ada, dan kondisi lain (mis. alkalinitas tinggi, gangguan bakteri) juga bisa memunculkan bintik-bintik yang tampak serupa — sehingga bintik putih hanya merupakan petunjuk awal, bukan diagnosis pasti.
Selain bintik, udang yang terinfeksi sering menunjukkan perubahan warna tubuh — tubuh menjadi lebih gelap, memerah, atau menunjukkan variasi warna yang tidak biasa. Kulit dapat terasa lunak (soft shell) pada udang yang bukan fase molting. Secara patologis, hepatopancreas (organ pencernaan) dapat membengkak dan pucat/kehijauan atau kekuningan, serta usus tampak kosong karena anoreksia. Amati juga kondisi kutikula yang longgar atau mudah lepas pada udang sakit.
Perubahan Perilaku
Perilaku berubah sering lebih cepat terlihat daripada tanda visual: udang bisa menjadi lesu, menurun aktivitasnya, berenang bergerombol, atau muncul di permukaan/tepi tambak dan menunjukkan respons melambat saat diganggu. Salah satu tanda awal yang praktis dipantau petani adalah penurunan nafsu makan: udang berhenti makan beberapa jam hingga hari sebelum kematian meningkat tajam.
Kematian yang muncul biasanya mendadak dan masif — mortalitas dapat mencapai sangat tinggi; penelitian dan ringkasan lapangan melaporkan estimasi kematian hingga ~100% dalam 3–10 hari pada populasi yang rentan jika tidak ada intervensi. Selain itu, moribund shrimp sering menunjukkan garis putih di midgut (pada larva/postlarva), dan darah/hemolimf dapat menunjukkan reaksi pembekuan yang terganggu. Karena cepatnya progres, pengamatan frekuensi memberi makan dan mortalitas harian sangat krusial.
Statistik industri juga menegaskan bahwa virus dan patogen viral lain merupakan penyebab dominan kerugian budidaya udang — survei industri menunjukkan persentase besar kegagalan panen terkait pathogen viral dibanding faktor lain. Pemantauan perilaku jadi alat deteksi dini yang murah dan efektif.
Bagaimana WSSV menular & faktor risiko yang memperparah wabah
WSSV memiliki beberapa jalur transmisi: kontak langsung antar-udang (cannibalism), air kolam yang terkontaminasi, peralatan/sepatu/transportasi yang terkontaminasi, plankton/pemangsa/karier liar (mis. kepiting, udang liar), dan kemungkinan transmisi vertikal pada beberapa kasus. Karena virus tahan di lingkungan tertentu, biosekuriti menjadi kunci pencegahan.
Faktor risiko yang sering disorot:
-
Kepadatan tinggi: mempercepat kontak dan stres.
-
Kualitas air buruk (ammonia tinggi, oksigen rendah, fluktuasi pH/temperatur): menurunkan imunitas udang sehingga infeksi lebih parah.
-
Penggunaan bahan/biota masuk tanpa karantina (PL, pakan hidup, air tambak dari sumber lain): memperkenalkan patogen.
-
Ketiadaan praktik biosekuriti seperti penyaringan inlet/outlet, disinfeksi peralatan, kontrol lalu lintas manusia & kendaraan.
Studi lapangan menunjukkan bahwa kombinasi praktik buruk dan vektor liar dapat menyebabkan kerugian lokal yang signifikan—mis. studi di beberapa kabupaten Indonesia melaporkan jutaan ekor vaname hilang karena WSSV pada tahun-tahun tertentu.
Karena itu, mitigasi harus fokus pada pencegahan masuknya virus (karantina, sumber PL/benih bersertifikat, disinfeksi) dan menjaga kondisi lingkungan tambak agar tidak memberi keuntungan pada virus.
Diagnosis & Langkah Tindakan Darurat di Tambak
Diagnosis awal dapat dilakukan dengan observasi klinis (tanda-tanda di atas) tetapi untuk kepastian diperlukan pemeriksaan laboratorium seperti PCR (deteksi DNA WSSV) dan/atau histopatologi (melihat perubahan jaringan khas). Laboratorium diagnostik yang kredibel (balai perikanan, universitas, atau laboratorium swasta) biasanya menyediakan layanan PCR WSSV. Jika Anda melihat tanda klinis yang mengkhawatirkan, ambil sampel udang moribund dan kirim ke laboratorium secepatnya — penanganan cepat menolong menentukan langkah lanjutan.
Jangan ragu untuk memulai budidaya udang vaname sekarang juga dan rasakan manfaatnya. Kunjungi laman produk, shopee, atau tokopedia kami untuk mendapatkan produk probiotik yang akan membantu kesuksesan bisnis anda.